Ekstraksi Gula dari Tanaman Tebu - BP-Speedtemplate

Breaking

Editorial

test banner

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Sabtu, 14 Mei 2016

Ekstraksi Gula dari Tanaman Tebu

BAB I

A.    Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi pelarut menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis. Bahkan di mana tujuan primernya bukanlah analitis namun  preparatif, ekstraksi pelarut dapat merupakan suatu langkah penting dalam  urutan yang menuju ke suatu produk murninya dalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia. Meskipun kadang-kadang digunakan peralatan yang rumit, namun seringkali hanya diperlukan sebuah corong pisah. Seringkali suatu permisahan ekstrasi pelarut dapat diselesaikan dalam beberapa menit.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan, penarikan atau pengeluaran suatu komponen cairan/campuran dari campurannya. Biasanya menggunakan pelarut yang sesuai dengan komponen yang diinginkan. Cairan dipisahkan dan kemudian diuapkan sampai pada kepekatan tertentu. Ekstraksi memanfaatkan pembagian suatu zat terlarut antar dua pelarut yang tidak saling tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut lain.
Ekstraksi memegang peranan penting baik di laboratorium maupun industry. Di laboratorium, ekstraksi seringkali dilakukan untuk menghilangkan atau memisahkan zat terlarut dalam larutan dengan pelarut air yang diekstraksi dengan pelarut lain seperti eter, kloroform, karbondisulfida atau benzene.

B.     Klasifikasi Ekstraksi
Klasifikasi ekstraksi berdasarkan sifat zat yang diekstraksi terdiri atas 4 yaitu:
         Ekstraksi  khelat
Ekstraksi ini berlangsung melalui pembentukan khelat atau struktur cincin.
         Ekstraksi solvasi
Ekstraksi ini disebabkan oleh spesies ekstraksi disolvasi   ke fase organik.
         Ekstraksi pasangan ion
Ekstraksi ini berlangsung melalui pembentukan spesies netral yang tidak bermuatan diekstraksi ke fasa organik.
         Ekstraksi sinergi
Ekstraksi ini menyatakan adanya kenaikan pada hasil ekstraksi disebabkan oleh adanya penambahan ekstraksi dengan memanfaatkan pelarut pengekstraksi.

C.    Tujuan Ekstraksi
Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:
a.       Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.
b.      Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu.
c.       Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional.
d.      Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antarakonsentrasi cairanzataktifdidalam dan di luar sel.
D.    Macam-macam Metode Ekstraksi
Teknik ekstraksi dapat dibedakan menjadi tiga cara yaitu ekstraksi bertahap (batch-extraction = ekstraksi sederhana), ekstraksi kontinyu (ekstraksi sampai habis), dan ekstraksi arah berlawanan (counter current extraction).
  Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan.
  Ekstraksi kontinyu digunakan bila perbandingan distribusi relatif kecil sehingga untuk pemisahan yang kuantitatif diperlukan beberapa tahap ekstraksi. Efesiensi yang tinggi pada ekstraksi tergantung pada viskositas fase dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan tercapainya suatu kesetimbangan, salah satu diantaranya adalah dengan menggunakan luas kontak yang besar.
  Ekstraksi kontinyu counter current, fase cair pengekstraksi dialirkan dengan arah yang berlawanan dengan larutan yang mengandung zat yang akan diekstraksi. Biasanya digunakan untuk pemisahan zat, isolasi atau pemurnian.Sangat penting untuk fraksionasi senyawa orgnik tetapi kurang bermanfaat untuk senyawa-senyawa an-organik.

E.     Pembagian Ekstraksi
Disamping itu, terdapat macam-macam pembagian ekstraksi yang dihimpun dari beberapa referensi.Adapun macam-macamnya adalah ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair, ekstraksi fase padat, dan ekstraksi asam basa. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
  Ekstraksi padat cair
Ekstraksi padat cair adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya atau digunakan untuk memisahkan analit yang terdapat pada padatan menggunakan pelarut organik. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik, karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Padatan yang akan diekstrak dilembutkan terlebih dahulu, dapat dengan cara ditumbuk atau dapat juga di iris-iris menjadi bagian-bagian yang tipis. Kemudian padatan yang telah halus di bungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam alat ekstraksi soxhlet. Pelarut organik dimasukkan ke dalam labu godog. Kemudian peralatan ekstraksi di rangkai dengan pendingin air. Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan pelarut organic sampai semua analit terekstrak.
  Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi Cair-Cair merupakan metode pemisahan yang baik karena pemisahan ini dapat dilakukan dalam tingkat makro dan mikro.Dan yang menjadi pokok pembahasan dalam ekstraksi cair-cair ini adalah kedua fasa yang dipisahkan merupakan cairan yang tidak saling tercampur. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tetentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti benzene dan kloroform. Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk pra-perlakuan sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-analit dari komponen-komponen matriks yang mungkin menganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit. Kebanyakan prosedur ekstraksi cair-cair melibatkan ekstraksi analit dari fasa air kedalam pelarut organic yang bersifat non-polar atau agak polar seperti n-heksana, metil benzene atau diklorometana.Meskipun demikian, proses sebaliknya juga mungkin terjadi.Analit-analit yang mudah tereksitasi dalam pelarut organic adalah molekul-molekul netral yang berikatan secara kovalen dengan konstituen yang bersifat non-polar atau agak polar.
  Ekstraksi Fase Padat (Solid Phase Extraction)
Jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair, SPE merupakan teknik yang relative baru, akan tetapi SPE cepat berkembang sebagai alat yang utama untuk praperlakuan sampel atau untuk clean-up sampel-sampel kotor, misalnya sampel-sampel yang mempunyai kandungan matriks yang tinggi seperti garam-garam, protein, polimer, resin dan lain-lain.
Keunggulan SPE dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair yaitu,
  • Proses ekstraksi lebih sempurna
  • Pemisahan analit dari pengganggu yang mungkin ada menjadi lebih efesien
  • Mengurangi pelarut organic yang digunakan
  • Fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan
  • Mampu menhilangkan partikulat
  • Lebih mudah diatomatisasi
Sementara itu kerugian SPE adalah banyaknya jenis cartridge (berisi penyerap tertentu) yang beredar dipasaran sehingga reprodusibilitas hasil bervariasi jika menggunakan cartridge yang berbeda dan juga adanya adsorbs yang bolak balik pada cartridge SPE.
  Ekstraksi asam basa
Merupakan ekstraksi yang didasarkan pada sifat kelarutannya.Senyawa atau basa direaksikan dengan pereaksi asam atau basa sehingga terbentuk garam.Garam ini larut dalam air tetapi tidak larut dalam senyawa organic.
Salah satu teknik yang paling penting dalam kimia analitik adalah titrasi, yaitu penambahan secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yang konsentrasinya diketahui, kepada larutan kedua yang konsentrasinya belum diketahui, yang akan mengakibatkan reaksi antara keduanya secara kuantitatif. Selesainya reaksi yaitu pada titik akhir ditandai dengan semacam perubahan sifat fisis, misalnya warna campuran yang berekasi.Titik akhir dapat dideteksi dalam campuran reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan zat terlarut yang dinamakan indicator, yang mengubah warna pada titik akhir.

BAB II
A.    Pengertian Tebu
Tebu merupakan tanaman tropis yang termasuk keluarga Gramineae, kelas monokotil dan jenis glumaceae. Pada saat ini budidaya tebu merupakan hibrida kompleks yang berevolusi dari berbagai spesies. Hal ini dikenal dengan nama ilmiah saccharum officinarum L. Sebenarnya Offincinarum merupakan salah satu spesies (Sundara, 2000).
Bahan baku untuk pengolahan gula putih yang paling umum digunakan adalah batang tanaman tebu (saccharum officinarum L.) atau umbi tanaman bit gula (Beta Vulgaris). Batang tanaman tebu yang masih segar hampir seluruhnya (99%) tersusun atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Dari sejumlah itu, kira-kira 75% diantaranya dalam bentuk air (H2O), dan 25% sisanya dalam bentuk bahan kering (Adikoesoemo, 1984).

B.     Pengolahan Tebu Menjadi Gula
Tujuan dari proses pengolahan tebu adalah untuk memisahkan gula atau sukrosa yang terkandung dalam batang tanaman tebu atau umbi tanaman bit gula tersebut sebanyak-banyaknya (Adikoesoemo, 1984).
Pengolahan tebu menjadi gula berlangsung melalui beberapa tahap yaitu pemerahan cairan tebu (ekstraksi nira), pembersihan kotoran dari dalam nira, penguapan dan pemisahan kristal gula. Sebelum sampai ke tahap pengolahan, didahului dengan tahap panen dan pengangkutan yang merupakan tahap penyediaan bahan (Mubyarto, 1984).
Setelah tebu ditimbang, tebu seyogianya secepat mungkin diangkut kepabrik untuk segera digiling dalam waktu 24 jam. Apabila lebih lama ditahan akan menurun kualitasnya karena proses inversi terus berjalan atau terjadi penguraian sukrosa yang akan menurunkan kandungan gulanya. Sebelum digiling tebu dipotong-potong dalam unit pemotong pendahuluan disebut crushers, pisau potong rafelaar dan lain-lain untuk kemudian diperah dalam beberapa tahap. Sistem perah pada umumnya terdiri dari satu unit prapengolah (crushers, pisau pemotong, rafelaar, dan lain-lain.), kemudian dikaitkan dengan 4-6 unit gilingan. Selain air biasa dapat digunakan air panas untuk air imbibisi di muka gilingan akhir yang berfungsi memperbaiki ekstraksi gula dari ampas. Sistem imbibisi yang rasional dapat mengurangi kehilangan gula dari ampas. Nira perahan gilingan 1 dan 2, ditambah nira yang berasal dari unit pra pengolah dinamakan nira mentah. Bahan ini diproses lebih lanjut untuk memisahkan gula dari air dan bagian bukan gula lainnya. Sementara itu nira dari gilingan 3 dan 4 bersama dengan air imbisisi dingin atau panas disirkulasikan kembali dalam unit operasi perahan.
Untuk membuat gula putih, air kapur diberikan dalam jumlah yang lebih besar dengan kelebihan air kapur akan membentuk endapan yang tidak larut. Apabila dipakai asam sulfit melalui SO2 yang dialirkan kedalam larutan nira mentah, dan kapur yang berlebihan. Prosedur pembuatan gula putih ini disebut sulfitasi, dimana prosesnya berdasarkan sistem kontinu. Jika digunakan untuk menetralkan air kapur yang lebih itu CO2 atau asam H2CO3, maka prosedur pembutan gula putih disebut proses karbonitasi.
Kandungan kapur yang tinggi di dalam nira encer cenderung mengakibatkan inkrutasi dalam pan penguapan dan dalam pan pemasakan, yang menghambat perpindahan panas, sehingga konsumsi uap meningkat. Disamping itu kandungan kapur yang tinggi mempersukar kristalisasi, pemasakan serta semakin meningkatnya jumlah molasses, dengan demikian penentuan kandungan kapur dalam nira encer merupakan analisa yang amat penting dalam rangka pengawasan produksi gula (Moerdokusumo, 1993).
Dalam rangkaian proses pemurnian gula, stasiun pemurnian nira memegang peranan yang sangat penting, terutama terhadap kualitas gula produk. Melalui stasiun pemurnian, sebagian besar bukan gula akan diendapkan di clarifier sebagai nira kotor, kemudian dibuang dalam bentuk padat disebut dengan blotong. Bukan gula yang ikut dalam proses kristalisasi akan mempengaruhi mutu masakan, gula produk dan mutu tetes. Semakin besar jumlah bukan gula yang terolah akan makin rendah mutu gula produk, ditunjukkan oleh ukuran kristalisasi yang terjadi. Hommes, seorang ahli gula mengatakan jumlah bahan yang ikut dalam proses kristalisasi akan mempengaruhi hasil gula sampai 0,4 bagian yang ikut dalam proses penyaringan dan siklus yang terlalu panjang dalam proses pemurnian, untuk memperoleh hasil pemurnian yang optimal diusahakan jumlah bahan ikutan sedikit mungkin (Soerjadi, 1980).
Hasil gula yang diperoleh sebagian besar adalah sebagai hasil pengkristalan di dalam pan-pan masak dengan menggunakan vakum. Larutan gula dipekatan dengan cara menguapkan airnya di dalam pan-pan, menggunakan pemanas vakum di dalam elemen-elemen pemanas jenis callandria atau ceoil. Proses kristalisasi melewati 3 (tiga) fase yang berbeda, memerlukan cara yang khusus serta operasi khusus untuk mendapatkan hasil serta efisiensi yang tertinggi.
Fase-fase yang dimaksud adalah:

1. Pembentukan inti/ inti kristal
2. Pembesaran gula kristal, didapat ukuran yang dikehendaki
3. Mendapatkan kristal untuk mengakhiri konsentrasi dari masakan untuk mendapatkan hasil kristal tertinggi tiap 100 gram gula dalam bahan dasar. (Landherr, 1980).

Tujuan dari pengkristalan gula ada 2 (dua). Yang pertama ialah agar kristal gula nantinya dengan mudah dapat dipisahkan kotorannya dalam proses pemutaran, sehingga didapat hasil yang memiliki tingkat kemurnian tinggi. Yang kedua adalah perlu untuk mengubah sukrosa dalam larutan menjadi kristal, agar pengambilan gula setinggi-tingginya, dan sisa gula dalam larutan terakhir (tetes) serendah-rendahnya. Sebab adanya gula dalam tetes terutama yang mungkin dapat dikristalkan adalah suatu kerugian (Soejadi, 1980).
Unit operasi kristalisasi inilah yang merupakan pusat pembuatan gula yang sangat penting dan paling kritis. Dalam rangka proses pengawasan proses pembuatan gula, apabila neraca polarisasi diperhatikan, maka terlepas dari kehilangan pol dalam ampas dan blotong, hasil maksimal yang diperoleh dalam kristalisasi nira kental adalah efisiensi dan kemampuan unit operasi menekan kandungan gula dalam molase serendah mungkin (Moerdokusumo, 1993).
Setelah timbul kristal gula pada pan pemasakan, dalam waktu singkat, massecuite akan diturunkan ke pemutaran. Pemutar itu besar, berotasi, berbentuk tabung silinder dengan sumbu vertikal yang digerakkan oleh elektromotor. Sumbu ini berputar dengan kecepatan tinggi di dalam tabung. Massecuite dipompa ketika alat pemutar berputar dengan lambat, dan ketika pembongkaran selesai, mesin akan kembali berputar secara cepat, sehingga siklus sebelumnya kembali terjadi dengan cara yang sama. Putaran harus berputar dengan kecepatan tinggi untuk dapat memisahkan gula kristal dengan molasses secepatnya (Barnes, 1974).

C.    Kegunaan dan Standar Kualitas Gula
Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok dan paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Sebagai produk makanan tentunya harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan sehingga layak untuk dikonsumsi. Di Indonesia ada tiga jenis gula yang beredar di pasaran, yaitu gula kristal mentah atau raw sugar yang digunakan sebagai bahan baku industri gula rafinasi, gula kristal putih yang dikonsumsi secara langsung dan gula rafinasi sebagai bahan baku industri makanan dan minuman.
Gula yang kita konsumsi sehari-hari adalah gula kristal putih secara internasional disebut sebagai plantation white sugar. Gula kristal putih dibuat dari tebu yang diolah melalui berbagai tahapan proses, untuk Indonesia kebanyakan menggunakan proses sulfitasi dalam pengolahan gula. Kriteria mutu gula yang berlaku di Indonesia saat ini pada dasarnya mengacu pada kriteria lama yang dikenal dengan SHS (Superieure Hoofd Suiker). Secara garis besar kriteria mutu gula yang kita ikuti meliputi kadar air, polarisasi, warna larutan, warna kristal, kadar SO2, abu konduktivitas dan besar jenis butir.
Standarisasi kualitas gula bertujuan untuk melindungi konsumen dari penggunaan makanan yang tidak sesuai standar sedangkan manfaatnya bagi produsen adalah dapat membuat sasaran kualitas produknya dengan jelas dan sesuai keinginan konsumen serta meningkatkan daya saing gula nasional sehingga tuntutan konsumen terhadap peningkatan kualitas dan pelayanan terpenuhi. Spesifikasi persyaratan kualitas Gula Kristal Putih berdasarkan SNI disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat mutu gula kristal putih (SNI-3140-200/Rev 2005)

D.     Pelarut Polar dan Non polar
a.       Senyawa polar adalah senyawa yang terbentuk akibat adanya suatu ikatan antar elektron pada unsur-unsurnya. Hal ini terjadi karena unsur yang berikatan tersebut mempunyai nilai keelektronegatifitas yang berbeda.
Ciri-ciri senyawa polar:
         Dapat larut dalam air dan pelarut lain.
         Memiliki kutub + dan kutub -, akibat tidak meratanya distribusi elektron.
         Memiliki pasangan elektron bebas (bila bentuk molekul diketahui) atau memiliki perbedaan keelektronegatifan.
Contoh: Alkohol, HCl, PCl3, H2O, N2O5, NH3, HBr.
b.      Senyawa non polar adalah senyawa yang terbentuk akibat adanya suatu ikatan antar elektron pada unsur-unsur yang membentuknya. Hal ini terjadi karena unsur yang berikatan mempunyai nilai elektronegatifitas yang sama/hampir sama.
Ciri-ciri senyawa non polar:
         Tidak larut dalam air dan pelarut polar lain
         Tidak memiliki kutub + dan kutub � , akibat meratanya distribusi electron
         Tidak memiliki pasangan elektron bebas ( bila bentuk molekul diketahui ) atau keelektronegatifannya sama.

Contoh: Cl2, PCl5, H2, N2, F2, BR2, O2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here